Denica Riadini dan teman-teman. Foto : Rolex.
Ada pagi ketika Denica Riadini-Flesch berjalan di hamparan indigo yang baru dipetik. Dari jarak dekat, warna itu tak lagi sekadar pigmen: ia adalah kontrak—antara penjahit, tanah, dan pembeli.
Sejak mendirikan SukkhaCitta, Denica menolak ritme “produksi massal” yang memaksa laju pakaian berpindah cepat dari mesin ke rak. Ia menanam, memanen, memberi upah layak kepada perajin, lalu menjahit—sebuah lingkar yang mengembalikan martabat pada proses pembuatan busana.
Cerita seperti ini bukan pengecualian; ia adalah sebuah sinyal bahwa industri mode—yang selama ini menyedot tenaga, air, dan emisi besar—bisa ditenun ulang.
Saat Mode Menelan Bumi
Mode global menghasilkan dampak besar: produksi tekstil menyumbang sekitar 1,2 miliar ton CO₂ setara per tahun, angka yang menyaingi emisi negara-negara besar.
Jejak ini datang dari budidaya serat, pencelupan kimia, transportasi, hingga pembuangan pakaian sekali pakai. Di balik gaun yang tampak ringan, sering ada rantai panjang air tercemar, kondisi kerja yang rapuh, dan tumpukan tekstil yang menumpuk di tempat pembuangan akhir.
Mengubah gaya berbelanja bukan sekadar estetika—ia soal menurunkan jejak karbon dan memperbaiki kehidupan manusia di sepanjang rantai produksi.
Circularity: Jalan Keluar yang Tak Sekadar Kata-kata
Solusi yang makin populer bukan hanya “lebih hijau” tetapi sirkular: mendesain pakaian agar tahan lama, memudahkan perbaikan, mengutamakan bahan yang dapat didaur ulang, dan membangun sistem pengumpulan pakaian bekas.
Organisasi seperti Ellen MacArthur Foundation mempromosikan tiga pilar pergeseran ini — desain, model bisnis sirkular (sewa, resale, repair), dan infrastruktur — sebagai kunci transisi industri. Di lapangan, itu berarti bukan hanya memakai label “sustainable”, tapi merancang ulang produk dari awal agar limbah tidak terlahir.
Transformasi teknologi juga mengubah permainan: perusahaan-perusahaan tekstil sekarang mampu mengubah limbah tekstil menjadi serat baru pada skala komersial, membuka harapan bahwa tumpukan kaus lama bisa menjadi kaus baru tanpa menambang kapas atau poliester baru.
Dikutip dari Hmfoundation.com, investasi pabrik daur ulang tekstil dan teknologi chemical/textile-to-textile yang meningkat menunjukkan perubahan dari janji menuju kapasitas produksi nyata.
Indonesia: Warna Lokal dalam Kanvas Global
Di Indonesia, gelombang mode berkelanjutan terlihat di banyak sudut: dari rumah-rumah produksi kecil yang menolak pewarna sintetis, kolektif pengrajin tenun, hingga perhelatan mode yang mulai menaruh keberlanjutan sebagai tema utama.
Jakarta Fashion Week dan gerakan lokal lain menampilkan koleksi yang menonjolkan bahan lokal, sisa kain yang diupcycle, serta praktik produksi etis—menunjukkan bahwa “made in Indonesia” bisa berkorespondensi dengan prinsip lingkungan dan sosial.
Di tingkat masyarakat, festival dan komunitas sustainable fashion membantu mengedukasi konsumen muda yang mencari makna lebih dari sekadar label.
Brand-brand seperti SukkhaCitta menunjukkan model “farm-to-closet” yang memusatkan keuntungan di hulu: petani dan perajin mendapat bagian yang adil, sementara konsumen membayar lebih untuk barang yang benar-benar bertanggung jawab.
Model ini tak mudah direplikasi massal, tetapi ia membuktikan bahwa konsep etis dapat berfungsi sekaligus memberikan nilai estetika tinggi.
Inovasi Bisnis: Dari Sewa hingga Teknologi Serat Baru
Perubahan perilaku konsumen mendorong model baru: pasar resale (pre-loved), rental fashion, dan layanan perbaikan berkembang pesat—membuat kepemilikan tidak lagi satu-satunya cara menikmati mode.
Selain itu, teknologi seperti daur ulang kimia dan ekstraksi serat dari sisa tekstil kini bergerak dari laboratorium ke pabrik komersial, membuka kemungkinan mengurangi ketergantungan pada serat baru.
Perusahaan-perusahaan besar dan startup sama-sama berlomba mengadaptasi solusi ini untuk menurunkan biaya dan skala.
Tantangan: Harga, Skala, dan Perilaku
Namun jalan menuju mode benar-benar berkelanjutan penuh rintangannya. Produk yang berkelanjutan sering kali lebih mahal—ketika nilai lingkungan belum sepenuhnya tercermin pada harga pasar—membatasi akses bagi konsumen berpenghasilan rendah.
Selain itu, mengubah infrastruktur industri—dari pabrik pewarna ramah lingkungan hingga rantai suplai yang terverifikasi etis—membutuhkan investasi besar. Dan yang tak kalah penting: kebiasaan konsumsi cepat (fast fashion) harus ditantang melalui pendidikan konsumen dan insentif ekonomi bagi model sirkular.
Apa yang Bisa Dilakukan Konsumen — Langkah Praktis
Bukan hanya desainer dan pabrik yang punya peran. Pembeli juga bisa menenun perubahan:
-
Pilih kualitas daripada kuantitas. Investasikan pada potongan yang tahan lama dan mudah dirawat.
-
Manfaatkan pasar pre-loved & rental. Barang secondhand kini berkualitas tinggi dan ramah lingkungan.
-
Perbaiki, jangan buang. Perbaikan sederhana memperpanjang umur pakaian.
-
Cari transparansi. Perhatikan brand yang mempublikasikan jejak bahan, kebijakan upah, dan praktek lingkungan.
-
Dukung inisiatif lokal. Membeli dari perajin lokal atau brand yang memastikan kesejahteraan pekerja membantu menjaga tradisi dan ekonomi komunitas.
Langkah-langkah ini kecil secara individu, tapi bila diadopsi secara luas dapat memangkas permintaan produksi massal dan memperkuat ekonomi sirkular.
Menutup Benang: Mode sebagai Pilihan Moral dan Estetika
Di bengkel tenun, Denica berkata, “Pakaian adalah cara kita menceritakan siapa diri kita. Kenapa tidak juga menceritakan bahwa kita peduli pada tanah yang menumbuhkan seratnya?” Sustainable fashion bukan soal penyangkalan kemewahan, melainkan transformasi makna—bahwa cantik dan bertanggung jawab bisa berjalan beriringan.
Ketika konsumen menuntut transparansi, dan ketika teknologi serta kebijakan mengikuti, mode dapat berubah dari penyebab degradasi menjadi bagian dari solusi iklim dan sosial.
Sumber :
-
SukkhaCitta — contoh “farm-to-closet” dan profil pendiri Denica Riadini-Flesch (Rolex Awards). SukkhaCittarolex.org
-
Ellen MacArthur Foundation — panduan dan kerangka circular fashion. ellenmacarthurfoundation.org
-
McKinsey & Company — data dampak emisi tekstil dan laporan State of Fashion. McKinsey & Company+1
-
Teknologi daur ulang tekstil & perkembangan pabrik komersial (Infinited Fiber, Syre, dll.). hmfoundation.comResource-Recycling
-
Upaya lokal & event Indonesia (Jakarta Fashion Week, Sustainable Fashion Fest) yang mengangkat mode berkelanjutan.

